Jumat, 03 April 2009

Sehari 5 kali

Siapa yang menyangka, Teropong_organisasi tempat aku bernaung dan meniti karir hualah! yang telah mengukir banyak prestasi bahkan nyaris tidak pernah mengalami kendala setiap kali bikin kegiatan, dan sangat “dicintai” oleh Rektorat, malah mengalami berbagai kesialan hanya dalam kurun waktu satu hari.

Semua berawal ketika kami mengadakan Inisiasi di Bumi Perkemahan Sibolangit. Inisiasi adalah program kerja tahunan salah satu divisi yang ada di Teropong, yakni divisi Litbang (penelitian dan pengembangan). Konsepnya adalah pengkaderan sekaligus pengukuhan anggota magang menjadi anggota muda. Acara berlangsung selama tiga hari. Pada hari pertama dan kedua, acara berjalan dengan sangat mulus, bahkan sampai hari ketiga pun semuanya berjalan lancar. 

Sinabung Sialan!

Kira-kira pukul 3 sore di hari ketiga, ketika semuanya siap-siap untuk pulang, Sigit_si panitia seksi Transportasi, menyampaikan kabar tidak sedap. Bus Sinabung yang seharusnya menjemput kami, tidak bisa datang. Ternyata, kami ditipu kernet yang mengurus administrasi bus. Si kernet sialan itu hanya membayarkan sekitar 200 ribu kepada sopir untuk antar saja. Padahal kami sudah membayar 450 ribu sebagai panjar untuk antar-jemput. Kernet bus aja bisa korupsi, apalagi yang laen??.

Seperti disambar petir rasanya. Di benakku langsung terbayang hal-hal yang mengerikan.
Pulang naek apa neh? Malah duit udah habis, bekal juga udah habis. Setelah mencoba tenang di tengah kepanikan, aku langsung berpikir keras, sambil mencari-cari daftar nama di phone book, siapa yang kira-kira bisa menjemput ku di kampus. Si anu…ngga ah! (kegeeran pulak nanti), Si inu…ah malas! (tak mantap) Si unu…gensi donk (masih sempet-sempetnya mikirin gengsi!) Aha! Dapet satu nama. Ade! (sepupu gadungan ku).
Tuutt…tuuuttt… begh! Tak diangkat, rupanya lagi main bola. SMS aja. Eh dibales, Syukur… satu masalah aman.

Jarak dari Mess (PTPN-4) tempat kegiatan Inisiasi ke depan pintu gerbang Sibolangit, lumayan jauh. Kami pun terpaksa jalan kaki dengan memboyong semua perlengkapan. Mulai dari peralatan masak (kompor, kuali, dandang), peralatan makan (piring, gelas, mangkok), dispenser, ember, tikar bergulung-gulung, rice cooker dan banyak lagi. Koq kayak pindah kos ya?? Belum lagi peralatan masing-masing, Tas, ransel, sleeping bad, macem-macem lah. Mending juga kalau jalan yang dilewati mulus dan rata. Eh, jalannya tu bak Ninja Hatori (mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah…) bener-bener kayak nyanyian zaman TK dulu (kiri…kanan…kulihat saja, banyak pohon stroberi_cemara_adanya stroberi_iklan kali bah!)


Si Kuning

Setelah betis cukup bengkak karena jalan kaki sambil membawa Dispenser ciing…sampai juga di Gerbang Sibolangit. Sambil menunggu teman-teman lain yang sibuk menawar bus yang lewat, yang lainnya sibuk berpoto ria, termasuk aku. Dua-tiga bus, tidak ada yang deal. Ciiitt…Eh, sekonyong-konyong satu unit truk bak terbuka berwarna kuning, spontan berhenti. Aku lihat beberapa teman ku langsung menghampiri dan langsung bernego. Cas..cis..cus…deal! mereka berbalik arah dan berkata,
“Yook, kita susun barang-barangnya dulu…”
What??!! Naek truk?? Truk gitu loh coy??

Dengan harga 200 ribu, kami semua akhirnya pulang juga dengan si kuning itu. Dalam hatiku, mudah-mudahan ini truk bekas ngangkut kayu atau barang, asal jangan bekas ngangkut binatang yang “ngorok-ngorok” itu. Hii… amit-amit. Tapi temen aku bilang,
“tenang aja kak, ini truk bekas ngangkut kayu pabrik.” Ohh… lega aku.

Untung lah, truknya tidak begitu kotor. Jadi kami bisa duduk dialasi tikar. Semua tertawa gembira. Saking ngga pernah-pernahnya dalam sejarah Teropong, pulang kegiatan naik Truk. Jepret!! Setiap moment diabadikan. Mulai dari naik, sampai truk berjalan. Terus terang aku juga sangat menikmati perjalanan itu. Sempat terlintas di pikiran kami, gimana kalo ujan ne?? tapi melihat awan yang cukup cerah, kami yakin kalau perjalanan akan aman.

Byurr…

Perjalanan mulai melewati Sembahe, salah satu tempat wisata di Sumut yang sering di datangin anak sekolah dari penjuru daerah kalau lagi lulus-lulusan (coret-coret baju). beberapa dari kami sempat tertidur, bagitu juga dengan aku. Aku tidak tahu berapa lama aku terlelap. Tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara ricuh teman-teman sambil teriak Ujan..ujan..

Wups! Benar saja. Hujan turun dengan derasnya. Semua sibuk menyelamatkan barang-barang yang sensitive dengan air. Handphone dan kamera kami kumpulkan dalam satu kantong plastik dan dilapisi sleping bad. Sementara kami berlindung dibawah tikar. Tapi tikar hanyalah tikar. Tidak bisa menampung air hujan. Aku teringat ranselku, didalamnya ada kamera, laptop plus chargernya. Tanpa mikirin badan ku yang basah kuyub, aku cepat-cepat melindungi dan memastikan kalau hartaku itu aman. Maklum saja, kamera bukan punya aku, tapi punya salah satu teman dekatku. Dan laptop, tentu saja amanah milik orang tuaku. Tikar tidak lagi berguna. Kami semua basah kuyub dan menggigil kedinginan. Di saat-saat yang seperti itu pun masih saja ada teman ku yang tertawa kegirangan. Termasuk aku juga sich…

Memasuki Jln.Jamin Ginting, ku lihat tanahnya kering, tanpa genangan air sedikit pun. Berarti tadi itu cuma hujan lokal. Hhh…syukurlah. Sesampainya di simpang pos, kami semua bersiap untuk turun. 
Weitz, koq malah turun, kan belum nyampe kampus bez?? 
Cuma karena alasan takut ketahuan dengan atasan kalau truknya malah mengangkut orang-orang diluar pekerjaannya. Ahh… tega nian si sopir.
Kami pun turun dipinggir jalan yang ramai, malah nyaris buat kemacetan. Lagi-lagi harus sabar. Biar gimanapun sudah syukur si sopir truk mau mengangkut kami. Dari jalan ini, kami berpisah. Beberapa orang sudah pulang dan naik angkutan lain yang langsung menuju rumah. Sementara beberapa orang lagi harus kembali kekampus untuk membawa barang-barang. Diantaranya aku.

16 atau 17 orang??

Seorang sopir angkutan umum Rahayu (aku lupa berapa nomer dan tujuannya) berwarna merah dan hijau lumut mencoba bernego. Hasil akhirnya, 65 ribu untuk 16 orang plus barang sampai kampus. Baru sekitar lima menit perjalanan. Si sopir sedikit protes, 
“Dek, tadi katanya 16 orang, kok sekarang ada 17 orang, cemananya kelen ini???” celetuknya dengan logat batak yang sangat kental. Masing-masing menghitung. 

Ups! Ternyata bener, ada 17 orang yang naik. Si sopir terus merepet-repet. Sementara, si ketua rombongan, Arif yang sudah terlanjur emosi, malah balik marah-marah. Wadoh! bisa kacau ne urusannya. Ngga mungkin juga kami turun lagi, cuma karna slip satu orang. Aku yang duduk di depan (sebelah abang sopir), mencoba menenangkan 
“Maap bang, mungkin tadi kami yang itung,” kataku. 
“Haa..gitu lah, kan aku tahu jadinya. Gampang ajanya samaku…” jawab si abang sopir.

Setelah ketegangan itu, suasana sempat hening beberapa saat. Sampai akhirnya kami sadar, koq perjalanan malah makin jauh ngga tahu mau kemana. Ternyata si abang menyangka letak kampus kami di Amplas, jarak yang cukup jauh dari Muchtar Basri (Kampus kami). 
“Bilang lah dek, kalo kampus kelen di Glugur, abang kira tadi yang ke arah Amplas itu.”
“Lha, kami kira abang udah tau, makanya jalan aja.”
Hadoh, ini siapa yang bego sih??
“Jadi abis ini, kita kemana lagi? Mutar lah kita ya…” tanya si abang.
Wahh… ini siapa yang sopir siapa yang jadi penumpang ya?? 
Malah jadi kami navigatornya. 
Abis ini bang, ambil kiri aja, terus ke kanan, terus aja bang…bla..bla..bla..

Kuncinya Mana??

Sekitar pukul 18.30, kami tiba di kampus. Bayangkan, perjalanan yang seharusnya cuma satu setengah jam, ternyata harus kami tempuh sampai dua setengah jam, dari pukul 4 sore. Semua barang-barang pun kami turunkan persis di parkir mobil WR (Wakil Rektor). Setelah semua barang turun, dan si abang dudunk itu pergi dengan ongkos 70 ribu. Kami terhenyak sesaat. 

“Kunci sekret sama siapa bang??” 

Wadoh!!! tidak satupun diantara kami yang megang kunci sekretariat Teropong. Yang lainnya sudah pada pulang. Tinggal kami ber-enam yang terpaksa menunggu lagi sampai si Juru kunci (Andi) datang dari rumahnya di Marelan. Sambil nunggu, kami mencari-cari sesuatu yang bisa dimakan. Untung masih ada nasi, dan lauk sisa makan siang. Dengan keadaan seadanya, dan masih berada di parkir mobil WR, kami makan bersama-sama. (kayak tuna wisma yang ngga punya rumah) Huh!! Tapi berhubung lapar berat dan tidak tahu lagi seberapa beratnya, kami tidak perduli lagi.

Sampai akhirnya, sang juru kunci tiba. Kami selamat!
Dan lengkaplah sudah perjalanan sekaligus kesialan kami selama satu hari.
“Woi, kayaknya kita mesti sedekah, biar berkah!”


30 Maret 2009

1 komentar:

Unknown mengatakan...

pengalaman berharga tu buk...
lain kali jagan percaya gitu aja sama kernet.
wah.. kacian juga teman2 TR ya..