Kamis, 23 April 2009

PAYUNG HUKUM PERS MAHASISWA

Pers mahasiswa adalah penerbitan pers (dalam bentuk majalah, tabloid, newsletter, atau media online) yang benar-benar dikelola oleh mahasiswa. Seluruh proses mulai dari mencari berita (informasi), penulisan, tata letak, pra-cetak dan distribusi dilakukan oleh mahasiswa. Selama ini pers mahasiswa di Indonesia identik dengan pemantik perubahan sosial politik yang bekerja di balik layar. Dan proses serta prosedur dalam mengelola suatu informasi menjadi bentuk berita yang layak terbit, sama seperti Media massa lainnya.

Pers Mahasiswa di Indonesia sudah ada sejak masa orde lama puluhan tahun yang lalu. Meski masih berada pada pengawasan yang sangat ketat oleh pemerintahan, sama seperti posisi media pers non-kampus lain, yang ketika itu situasi pembredelan masih menghantui semua media, mulai dari surat kabar harian, mingguan, tabloid hingga majalah politik.

Seperti kasus surat kabar Universitas Indonesia, Makara, yang dilarang terbit setelah mengeluarkan satu-satunya edisi pada 12 Mei 1981. Larangan terbit itu disebabkan oleh karena Makara tidak memiliki Surat Izin Terbit (SIT) atau Surat Tanda Terdaftar (STT). Pada masa orde baru tersebut, segala tindak tanduk serta pergerakan pers, baik setiap tulisan bahkan pertemuan-pertemuan ilmiah masih dalam pengawasan penuh oleh alat Negara. Tidak tanggung-tanggung, setiap kali akan mengadakan pertamuan ilmiah, pihak kepanitian harus mendapatkan izin terlebih dahulu pada pihak Kepolisian. Dan kegiatan ilmiah tersebut dijaga ketat oleh alat Negara yang berpakaian layaknya warga sipil. Mereka bahkan tidak segan-segan akan mencoret nama pembicara yang tidak diinginkan untuk mengemukakan pandangannya.

Sudah lebih dari seperempat abad yang lalu, sejak pembredelan Makara. Namun pada kenyataannya, pers kampus atau pers mahasiswa hingga saat ini masih tetap saja mendapatkan intimidasi serta berbagai hal yang sifatnya menyerupai sebuah ancaman bagi eksistensi Persma. Saat ini hampir di seluruh pelosok Negeri terdapat Lembaga Persma di setiap Universitas, mulai dari NAD hingga Nusa Tenggara Timur.

Untuk Sumatera Utara sendiri, Pers Mahasiswa yang masih tetap bertahan hanya ada 5 Lembaga Persma. Yakni, Suara Usu dari Universitas Sumatera Utara (USU), Kreatif Universitas Negeri Medan (Unimed), Dinamika dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Teropong Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), dan Moderato Universitas Islam Sumatera Utara (UISU).

Pada dasarnya, Pers Mahasiswa adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa yang kebanyakan masih berada di bawah pihak Rektorat. Dimana semua media atau produk yang dikeluarkan oleh Lembaga Persma tersebut masih ada yang disubsidi oleh Kampus. Dan hal itu lah yang menjadi salah satu kendala terbesar, dimana ketergantungan akan subsidi tersebut menjadikan isi pemberitaan yang dikeluarkan tetap harus melalui penyaringan oleh pihak Rektorat. Mereka seolah tidak ingin nama Universitas menjadi cacat dimata orang-orang.

Belum lagi jika isi berita ternyata justru mengungkap fakta tentang birokrasi kampus yang menuai kontroversi. Pihak kampus tidak akan tinggal diam dan malah akan bertindak dengan membredel Lembaga Persma tersebut, dan tidak segan-segan mancabut izin ‘operasi’nya.

Kendala lainnya adalah, jika pihak kampus sama sekali tidak mendukung Lembaga yang menampung aspirasi Mahasiswa tersebut, dengan cara tidak memberi subsidi sama sekali untuk mengeluarkan media. Padahal, Lembaga pers bukan hanya tempat untuk menampung aspirasi mahasiswa saja, tetapi merupakan wadah untuk menempah insan-insan Pers muda yang fresh, kreatif dan inovatif dengan segala bentuk pemikiran mereka.

Pers mahasiswa tidak bisa dipandang sebelah mata, dan bukanlah pers yang tidak memiliki aturan atau kode etik. Pers Mahasiswa bahkan memiliki Anggaran Rumah Tangga & Anggaran Rumah Tangga (ADRT) yang diperlukan sebagai landasan moral/etika. PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia) dalam kongres yang pernah dilaksanakan pada September 2005 di Malang menyebutkan bahwa kode etik PPMI berperan sebagai pengawal dan pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan mahasiswa.

Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Sumut, H. Muchyan AA menerangkan bahwa Pers Mahasiswa memiliki perlindungan yang sama dengan lembaga pers nasional lain yang setara dengan PWI, PFI (Pewarta Foto Indonesia) dsb, yakni dalam UU No.40 thn 1999 tentang Pers. Dalam konsideran Undang-Undang huruf c tersebut tertulis jelas bahwa “pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaaan dari manapun”.

Pers Mahasiswa manapun tidak menginginkan jika lembaga persma tersendat hanya karena berbenturan dengan pihak Universitas, karna Lembaga ini adalah salah satu penampung aspirasi Mahasiswa, dan akan mengecewekan sekali jika pihak Rektorat malah meng-cut berita atau tulisan yang sudah susah payah dihimpun oleh wartawan mahasiswa. Sebab hal tersebut sama saja dengan melanggar UUD dalam hal mengeluarkan pendapat.

Seharusnya pihak Universitas selalu mendukung semua aktifitas Mahasiswanya, tidak terkecuali Lembaga Persma. Sebab lembaga ini membawa nama Universitas. Mengingat sistem sirkulasi atau distribusi media Persma hingga ke hampir seluruh Persma yang ada di Indonesia.

Jadi meskipun hanya Pers Mahasiswa yang memiliki sekup intern dalam kampus, namun tetap memiliki perlindungan yang sama di mata hukum, selama mereka masih tetap menjalankan kegiatan Persma dengan professional dan tetap berpatok pada kode etik Jurnalistik. Dan semoga, para Dewan Pers yang terhormat dapat terus mengkontrol perkembangan Pers Mahasiswa di Indonesia.


=Harian Global, Sabtu 25 April 2009=

Tidak ada komentar: